ANDI SURYANTO

Wana Wisata Rowo Bayu

Songgon, Banyuwangi- Jawa timur Merupakan wisata alam yang alami dan asri.

Smk 17 Agustus 1945 Genteng - XII tkj

yesi damita, nuri ulaika, bagus efendi, heri cahyono, maya safitri, reza tri , ayang putri, andi suryanto.

Universitas Udayana

Halim, Andi, Dayus, Wisnu, Arian.

SMP Negeri 1 Songgon - DKG (Dewan Kerja Galang)

Luristya nur mahfud, HD Sofyan, Andi Suryanto, Prasetyawan, Krisna nugraha.

Famili

Imet, Ciprut, Kepres, Mueng, kikik, komik.

Tampilkan postingan dengan label rowo bayu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rowo bayu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Maret 2015

Rempeg_Jogopati merupakan Organisasi Pemuda Rowo Bayu


"Bahwa sesungguhnya generasi muda memiliki peran dalam perjuangan pembangunan bangsa dan negara yang mencita-citakan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar akan peran, fungsi, dan kewajibannya sebagai generasi muda bangsa, pemuda dan pemudi desa Bayu Dusun Sambungrejo bertekad untuk belajar, berkarya, dan beREJOuang dengan dilandasi oleh rasa pengabdian dan tanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, bangsa dan negara serta Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut, Pemuda Pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo juga senantiasa memegang teguh kebenaran dan keadilan, serta menegakkan azas-azas demokrasi, kebebasan dan keterbukaan, hak azasi manusia, pelestarian lingkungan hidup, serta etika kebinekaan.

Didorong oleh keyakinan dan kemurnian hati bahwa tekad tersebut dapat terlaksana dengan usaha-usaha yang teratur, terencana, dan penuh kebijaksanaan maka dengan ini Pemuda Pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo, terhimpun dalam Forum Pemuda Pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo (Rempeg Jogopati), menurut anggaran dasar sebagai berikut " 

Di atas merupakan penggalan dari mukadimah Anaggaran Dasar Forum pemuda pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo yang bernama Rempeg_Jogopati, di harapkan forum ini sesuai dengan namanya yaitu seorang pejuang Banyuwangi dalam rangka perjuangan rakyat bayu melawan belanda dalam perjuangan sengit yang bernama Perang Puputan Bayu beliau berjuang sekuat tenaga demi kemerdekaan rakyat Bayu bahkan rakyat Banyuwangi pada Umumnya., Bedanya jika pangeran Rempeg Jogopati melawan belanda dengan bambu runcing maka Rempeg_jogopati yang sekarang (Forum pemuda pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo) berjuang melawan kebodohan, kemiskinan dan keterpurukan dengan menggunakan Ideologi, Gagasan dan Aksi sosial.

Forum pemuda pemudi Desa Bayu Dusun Sambungrejo ini baru berdiri sejak 27 Agustus Tahun 2014, di harapkan dengan keberadaan forum ini akan menjadi jembatan yang nantinya membawa kemajuan Rowo Bayu Tercinta.

sejauh ini sudah banyak program kerja yang berjalan : di antaranya penanaman terong di sepanjang drainase sambungrejo, kegiatan wirausaha ketika napak tilas hari jadi Banyuwangi yang berlokasi di Rowo Bayu, mengadakan lomba dalam rangka memeriahkan HUT RI, Musyawarh rutin dan berbagai kegiatan lainnya.










Pura Tirta Jati



Pura Tirta Jati berada di Dusun Sambungrejo, Desa Bayu Kecamatan Songgon – Banyuwangi. Pura ini merupakan salah satu dari pura yang ada di lereng Gunung Raung.

Berbeda dengan layaknya pura yang ada di bali, bentuk pelinggih di pura ini sangatlah sederhana dengan corak bangunan jawa yang mendominasi di setiap bangunan yang ada, bentuk bangunan utama merupakan padmasana yang bersebelahan dengan patung sabdo palon naya genggong, Sabdo Palon adalah pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir yang beragama Hindu dari kerajaan Jawa yaitu pada tahun 1453-1478. Sabdo Palon merupakan penguasa yang memiliki kedaulatan spiritual, yaitu penguasa yang agung dan disegani rakyat, sedangkan nayagenggong adalah sama-sama penasehat Brawijaya V. Nama sabdo palon sering di sebut dalam Serat Darmaghandul ( Suatu tembang macapat ), mungkin inilah salah satu alasan mengapa pura tirta jati menggunakan sabdo palon naya ginggong untuk menjadi simbol keberadaannya.


Umat hindu yang beribadah di tempat ini hanyalah sekitar 15 kepala keluarga dan mereka merupakan kaum minoritas di Desa Bayu Kecamatan Songgon Banyuwangi,  yang di pimpin oleh Romo Mangku Saji dan seorang yang di segani atau yang dituakan (Sesepuh) bernama Pak Bohari, namun meskipun minoritas semangat umat hindu disana dalam rangka menjaga kerukunan antar umat beragama mendapat apresiasi dari berbagai pihak baik pemerintah, tokoh masyarakat maupun tokoh agama setempat yang tercermin pada setiap perayaan hari raya hindu yang di laksanakan di tempat ini.


Di bawah pelinggih terdapat sumber mata air yang di keramatkan bernama sumber Semurup, sumber inilah yang menjadi Petirtan dalam setiap ibadah yang di laksanakan di pura Tirta Jati dan saat ini sedang di laksanakan pembangunan di Sumber mata air ini atas bantuan hibah dana dari pemda Banyuwangi. 

Jumat, 28 Juni 2013

solidaritas umat beragama di desa bayu



Solidaritas antar umat agama di songgon

Perbedaan sesungguhnya adalah suatu keindahan yang tak ternilai harganya saat perbedaan itu dapat di kombinasikan dengan persamaan. Manusia sebagai mahluk sosial takkan dapat hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Setiap orang pasti akan meliliki basic dan karekteristik yang berbeda-beda.
Tidak di pungkiri adanya perbedaan agama bagaikan pedang yang bermata dua, bisa menyakiti dan juga bisa menghidupi. Itu semua tergantung pada individunya masing-masing, ketika seseorang yang bijaksana dan memiliki pandangan yang luas akan memandang bahwa perbedaan itu tidak perlu di seragamkan karena tidak ada keindahan dalam keseragaman dan tidak bisa berinisiatif sesuai dengan keinginan hati yan di inginkan oleh setiap individunya.
suatu contoh perbedaan positif di tunjukkan oleh warga desa bayu kecamatan songgon banyuwangi, pada saat umat hindu merayakan hari raya galungan dan kuningan selalu di hadiri oleh tokoh masyarakat, tokoh pemerintahan, dan tokoh agama yang ada di kecamatan songgon. tanpa di sadari dengan demikian solidaritas dan soliditas di daerah ini sangatlah di junjung tinggi. ini terbukti dengan tidak adanya permasalahan-permasalahan yang menyangkut perbedaan karena semua orang sadar bahwa perbedaan itu adalah anugrah yang harus di syukuri dan tidak perlu di sesali.











Senin, 18 Maret 2013

KERAJAAN BELAMBANGAN



Kerajaan Blambangan adalah kerajaan yang berpusat di Ujung paling timur pulau Jawa Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa.
Di abad ke-16, satu-satunya kerajaan Islam yang berarti di Jawa Timur adalah Pasuruan. Daerah lain masih dipimpin penguasa yang beragama Hindu. Kemungkinan besar terjadi perang antara Pasuruan dan Blambangan pada tahun 1540-an, 1580-an dan 1590-an. Rupanya pada tahun 1600 atau 1601 ibukota Blambangan ditaklukkan.
Menurut babad Jawa dan juga penulis Belanda François Valentyn, pada abad ke-17, Blambangan adalah bawahan Surabaya, namun hal ini diragukan. Yang jelas, Sultan Agung dari Mataram (bertahta 1613-1646), yang menyerang Blambangan tahun 1633, tidak pernah dapat menaklukkannya.
Tahun 1697 Blambangan ditaklukkan oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti, raja Buleleng di Bali Utara, mungkin dengan bantuan Surapati Raja Blambangan Prabu Tawang Alun dikalahkan dan untuk sementara Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menunjuk perwakilannya untuk memerintah Blambangan sementara, I Gusti Anglurah Panji Sakti memberikan kekekuasaan Kerajaan Blambangan kepada Cokorda Agung Mengwi setelah dinikahkan putri Raja Mengwi tersebut.
setelah Blambangan dalam kendali Mengwi, Badung Ditunjuklah keturunan Prabu Tawang Alun untuk memegang Kerajaan Blambangan yaitu Pangeran Danuningrat, dimana Prabu Danuningrat untuk mengikat kesetiaan ia beristrikan Putri Cokorda Agung Mengwi.
Sebelum menjadi kerajaan berdaulat, Blambangan termasuk wilayah taklukan Bali. Kerajaan Mengwi pernah menguasai wilayah ini. Usaha penaklukan Kesultanan Mataram terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah yang menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk pada budaya Jawa Tengahan, sehingga kawasan tersebut hingga kini memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang berasal dari wilayah Blambangan.
Silsilah Kerajaan Blambangan
Silsilah Awal
  • Mpu Withadarma
  • Mpu Bhajrastawa
  • Mpu Lempita
  • Mpu Gnijaya
  • Mpu Wiranatha
  • Mpu Purwantha
  • Ken Dedes
  • Mahisa Wonga Teleng
  • Mahisa Campaka
  • Lembutal
  • Rana Wijaya/Raden Wijaya
  • Tribuana Tunggadewi
  • Hayam Wuruk
  • Wikramawardhana
  • Kerta Wijaya
  • Cri Adi Suraprabawa
  • Lembu Anisraya/Minak Anisraya
  • Mas Sembar/Minak Sembar
  • Bima Koncar/Minak Sumendhe (memerintah Blambangan pada tahun 1489-1500)
  • Minak Pentor (memerintah Blambangan 1500-1541)
  • Minak Gadru ( Memerintah Prasada/Lumajang): Minak Gadru menurunkan Minak Lampor yang memerintah di Werdati-Teposono-Lumajang.
  • Minak Cucu (Memerintah Candi Bang/Kedhaton Baluran): Minak Cucu terkenal dengan sebutan Minak Djinggo penguasa Djinggan beliau berputra SONTOGUNO yang memerintah Blambangan pada 1550 hingga 1582.
  • Minak Lampor
  • Minak Lumpat (Sebagai Raja di Werdati)
  • Minak Luput (Sebagai Senopati)
  • Minak Sumendi (sebagai Karemon/Agul Agul)
Kemudian Minak Lumpat atau SUNAN REBUT PAYUNG berputra Minak Seruyu/Pangeran Singosari (Sunan Tawang Alun I), Pangeran Singosari menaklukan Mas Kriyan dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak ada keturunannya, Sunan Tawang Alun I memerintah wilayah Lumajang, Kedawung dan Blambangan pada tahun 1633-1639
Gusti Sunan Tawang Alun I memiliki Putra :
  • Gede Buyut
  • Mas Ayu Widharba
  • Mas Lanang Dangiran (Mbah Mas Brondong)
  • Mas Senepo/Mas Kembar
  • Mas Lego.
selanjutnya Mas Lego menurunkan MAS SURANGGANTI dan MAS SURODILOGO (MBAH KOPEK), Sementara Mas Lanang Dangiran menurunkan Mas Aji Reksonegoro dan Mas Danuwiryo.
Silsilah Setelah Tawang Alun I
Mas Senepo inilah yang kemudian memerintah Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun, Dimana beliau memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan 1645 hingga 1691, pada masa Pemerintahan Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun Blambangan maju dengan pesat dimana kekuasaannya menyatu hingga ke lumajang. Gusti Prabhu Tawang Alun memiliki dua Permaisuri dan beberapa selir, sehingga terjadi beberapa garis keturunan.
Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun memiliki putra putri dari Mas Ayu Rangdiyah (MA. Rangdiyah adalah selir Sinuhun Gusti Adhiprabhu Sultan Agung Mataram, dimana ketika hamil 3 Bulan diserahkan pada Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun) :
  • Pangeran Pati, Menikah dengan Puteri Untung Surapati, menurunkan :
  • Pangeran Putro/Mas Purbo/ Danurejo.
Sementara itu Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun dari Permaisuri lainnya yaitu Mas Ayu Dewi Sumekar (Blater) menurunkan :
  • Dalem Agung Macanapuro
  • Dalem Patih Sasranegoro/Pangeran Dipati Rayi
  • Pangeran Keta
  • Pangeran Mancanegara
  • Pangeran Gajah binarong
sementara dari para selir Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun menurunkan :
  • Mas Dalem Jurang mangun
  • Mas Dalem Puger
  • Mas Dalem ki Janingrat
  • Mas Dalem Wiroguno
  • Mas Dalem Wiroluko
  • Mas Dalem Wiroludro
  • Mas Dalem Wilokromo
  • Mas Dalem Wilo Atmojo
  • Mas Dalem Wiroyudo
  • Mas Dalem Wilotulis
ketika Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun wafat terjadi pengangkatan Pangeran Pati sebagai Raja Blambangan Macan Putih, hal ini menjadi permasalahan mengingat Pangeran Pati sejatinya adalah keturunan Sinuhun Gusti Adhiprabhu Sultan Agung, sehingga menimbulkan peperangan antara Pangeran Pati dan Dalem Agung Macanapuro dan juga Pangeran Dipati Rayi.
Pangeran Pati dikalahkan namun putranya yaitu pangeran Putro/ Danurejo menggantikan beliau, tercatat perang saudara tersebut berlangsung lama dan baik Macanapuro, Danurejo dan Sosronegoro sempat memimpin Blambangan menjadi raja namun hanya sebentar mengingat perang rebut tersebut terus menerus berlangsung.
Dipati Rayi mengamuk dan merusak Kedhaton Macan Putih pangeran dipati Rayi beliau baru berhenti karena meninggal akibat senjata Ki Buyut Wongsokaryo yaitu Tulup Ki Baru Klitik.
Perang saudara setelah swargi Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun, membuat macan putih menjadi rusak dan baik Gusti Prabhu Macanapuro, Gusti Prabhu Sosronegoro/Dipati Ray, Pangeran Patii maupun Gusti Prabhu Danurejo seluruhnya meninggal- swargi. Yang paling mengesankan adalah kemarahan Dipati Rayi yang sangat sakti beliau juga adalah murid Ki Buyut Wongsokaryo yang juga guru dari Gusti Prabhu Tawang Alun, kesaktian Dipati Rayi atau Prabhu Sosronegoro membuat Kedhaton Macan Putih hancur, para agul agul berperang secara lingsem (malu).
Gusti Prabhu Danurejo memiliki permasyuri Mas Ayu Gendhing dari perkawinan tersebut memiliki Putra :
  • Pangeran Agung Dupati
Sementara dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja Mengwi) beliau berputra :
Karena kacaunya perang saudara Pangeran Gung Dupati dan Pangeran Mas Sirno diungsikan sampai perang mereda dan Pangerang Gung Dupati diangkat Menjadi Raja Blambangan yang bergelar Sinuhun Gusti Prabhu Danuningrat memerintah Blambangan Kedhaton Macan putih pada tahun 1736-1763
Di akhir abad ke-18, setelah terjadi perang Puputan Bayu 1771 VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam karisidenan Besuki, dan mengangkat Mas Alit sebagai KRT Wiroguno sebagai Bupati Pertama dimulai dari KRT Wiroguno inilah dinasti Kerajaan Blambangan secara pasti dan terpercaya telah memeluk Islam, generasi diatas KRT Wiroguno tidak terdapat sumber terpercaya telah memeluk Agama Islam.
Hilangnya Blambangan bagi Bali merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa.
Arkeologi
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan blambangan adalah Tembok Rejo, berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. Siti Hinggil atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan setinggil yang artinya Siti adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi.Objek Siti Hinggil ini berada di sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara TPI/Tempat Pelelangan ikan). Siti Hinggil ini merupakan pos pengawasan pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa batu pijakan yang terletak di atas gundukan batu tebing yang mempunyai "keistimewaan" untuk mengawasi keadaan di sekitar teluk pang Pang dan Semenanjung Blambangan. Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini tersimpan di museum daerah berupa Guci dan asesoris gelang lengan, sedangkan kolam dan Sumur kuno yang ditemukan masih berada di sekitar Pura Agung Blambangan yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.
Di samping itu pada lokasi Keraton Macan Putih didaerah Kecamatan Kabat didapati relief arkeologi dan benda benda yang terkubur saat ini dilokasi seluas 44 Hectare yang telah menjadi persawahan dan kebun sering didapati benda arkeologi milik kerajaan, beberapa puing tembok batas kerajaan pun terkubur rusak dan hancur, masyarakat setempat sering memindahkan dan atau menyimpan puing puing tersebut. Ditemui juga beberapa koleksi di beberapa museum di Belanda yang berisi gambar, foto maupun artefact Keraton Macan Putih.
Setelah Keraton Macan Putih hancur penerus Raja Blambangan yaitu Mas Jaka Rempeg mendirikan Kerajaan Bayu yang berada di sekitar Rawa Bayu kerajaan ini tidak bertahan lama karena perang Puputan Bayu 1771, yakni dalam hitungan bulan saja disini dapat ditemukan beberapa sisa artefact dan bekas peperangan dengan VOC
Hingga kini meskipun Kerajaan sudah hancur Para kerabat Kerajaan secara turun temurun tetap menjaga beberapa pusaka penting peninggalan Kerajaan.
Sumber

oleh : andi suryanto